Investasi memang sangatlah penting untuk menata finansial masa depan diri kita. Banyak sekali instrumen investasi yang bisa Anda gunakan untuk mulai berinvestasi dari sekarang. Kesadaran masyarakat akan investasi dibarengi juga dengan maraknya orang-orang yang tega menipu dengan memanfaatkan investasi bodong berkedok robot trading. Anda tentu sudah tidak asing lagi dengan fenomena investasi bodong berkedok robot trading ini karena memang sudah merajalela di mana pun.
Sebenarnya apa itu investasi bodong berkedok robot trading yang meresahkan dan bagaimana orang-orang bisa terus rumus ke dalam investasi bodong ini? Ala faktor yang melatarbelakangi mereka untuk ikut investasi yang belum jelas bagaimana kredibilitasnya?
Jika Anda penasaran faktor apa yang membuat investasi bodong ini semakin marak, di sini akan diuraikan.
Mengenai Fenomena investasi bodong berkedok trading
Beberapa tahun terakhir ini, dunia memang sedang dilanda kesulitan ekonomi termasuk Indonesia. Sebab kita semua saat itu sedang mengalami pandemi dan saat ini pun sedang berusaha menyusun kembali pondasi ekonomi setelah pandemi.
Selama pandemi tersebut, krisis ekonomi di berbagai sektor usaha membuat banyak orang tidak lagi dapat bekerja dan banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaannya.
Dengan hilangnya pekerjaan yang mereka miliki, muncullah penawaran investasi bodong yang berkedok robot trading dengan menjanjikan keuntungan yang cukup besar, yakni sekitar 10 hingga 15% per bulan. Hal ini pun membuat orang-orang tergiur untuk ikut melakukan investasi.
Karena menurut mereka, fenomena investasi bodong berkedok robot trading ini memberikan solusi bagi mereka yang sedang kehilangan pekerjaan akibat wabah covid yang melumpuhkan ekonomi di berbagai sektor. Iming-iming akan keuntungan besar tersebut membuat masyarakat awam yang buta terhadap literasi keuangan, kemudian berbondong-bondong untuk menggunakan tabungan mereka.
Bahkan ada yang sampai menggadaikan aset properti untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan agar dapat berpartisipasi dalam investasi bodong berkedok robot trading ini yang menawarkan profit konsisten tanpa adanya resiko sama sekali untuk kehilangan modal.
Hal ini tentu sempat membuat geleng-geleng kepala mereka yang memahami tentang keuangan terutama tentang investasi. Sebab, jika dipikir menggunakan logika, tidak ada investasi yang memiliki resiko 0%. Reksadana yang termasuk investasi yang dengan resiko minim pun masih memiliki persentase resiko di atas 0%.
Sehingga, investasi bodong berkedok robot trading ini sangat meresahkan dan menyusahkan masyarakat.
Lantas apa saja yang menjadi faktor pendorong maraknya investasi bodong berkedok robot trading ini berkembang begitu pesat di Indonesia? Hingga memakan banyak korban dengan nominal yang tidak sedikit.
Faktor tersebut di antaranya:
1. Masyarakat Indonesia banyak yang masih awam terhadap literasi keuangan terutama tentang berbagai macam instrumen investasi seperti saham obligasi ataupun pasar berjangka.
Kebanyakan dari mereka lebih mempercayai akan ajakan lingkungan sosial terdekat, sehingga tidak heran jika kemudian banyak orang-orang yang tertipu akan investasi bodong umumnya mereka yang berada dalam lingkungan sosial yang sama.
2. Kesulitan ekonomi di masa pandemi covid 19 kala itu dan hingga sekarang, membuat masyarakat hanya memikirkan mengenai peluang usaha baru yang sekiranya tidak terdampak oleh pandemi.
Sehingga kemudian investasi bodong berkedok robot trading yang kerap menawarkan keuntungan 10 hingga 15% per bulannya dengan jaminan tanpa adanya risiko kerugian, kehilangan modal, atau dalam investasi telah disebut sebagai love atau margin call, menjadi pilihan untuk mendapatkan uang.
3. Keberhasilan penawaran investasi bodong berkedok robot trading di era pandemi covid ini juga dipengaruhi oleh orang-orang berpengaruh atau influencer mulai dari artis, pejabat, kolega, hingga ke warga dekat yang mengajak atau memberi iming-iming terhadap keuntungan dari investasi bodong ini.
Menjadikan penyebaran informasi robot trading dari mulut ke mulut berhasil menjaring ratusan ribu orang serta mampu mendapatkan dana masyarakat bahkan hingga triliunan rupiah. Sebab balik ke poin awal, bahwa orang-orang Indonesia ini lebih percaya akan informasi dari mulut ke mulut oleh orang-orang terdekat daripada dari ahlinya.
4. Instrumen investasi bodong berkedok robot trading ini seolah-olah tengah menawarkan kecerdasan buatan atau artifisial intelligence (AI) yang dapat meniru perilaku manusia ketika melakukan suatu aktivitas trading di dalam komoditas berjangka dengan cara menerapkan money management yang sangat ketat dan perbandingan rasio keuntungan kerugian atau risk reward ratio sebesar 1 sampai 2% setiap aktivitas trading.
Ketika di rata-rata, para penanam investasi robot trading ini bisa mendapatkan keuntungan sekitar 10 sampai 15% per bulannya.
Mirisnya, sistem seperti ini kerap kali dianggap benar padahal pada kenyataannya aktivitas trading yang dilakukan merupakan manipulatif dan fiktif belaka yang telah diatur dalam sebuah software.
5. Faktor testimoni dari para anggota yang tadinya orang-orang terdekat sangat memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap calon member yang nantinya akan bergabung.
Biasanya testimoni tersebut memperlihatkan profit yang bisa ditarik kapanpun disertai dengan berbagai macam properti seperti misalnya rumah mewah, mobil super, serta uang cash miliaran, sehingga masyarakat yang tidak memahami mengenai investasi, kemudian tergiur dan berbondong-bondong untuk bergabung ke dalam investasi bodong berkedok robot trading ini.
Sangat disayangkan sekali orang-orang Indonesia mudah terhasut dan terbawa arus untuk mengikuti tren yang sebenarnya mereka sendiri belum paham.
Sehingga fenomena investasi bodong berkedok robot trading ini sudah sangat merugikan masyarakat karena pada kenyataannya di dalam investasi bodong berkedok robot trading ini telah berhasil menjaring dana masyarakat hingga puluhan miliar seperti misalnya entitas perusahaan Mark AI yang telah membawa kabur uang sebesar 250 miliar, perusahaan Fahrenheit 5 triliun, Viral Blast sebesar 1 triliun, dan DNA Pro sebesar 20 triliun.
Dari nominal nominal tersebut tentu kita yang mendengar sangat miris karena orang-orang Indonesia mudah sekali tergiur akan investasi yang belum jelas bagaimana ranahnya.
Dari kejadian tersebut, OJK melalui suatu garis waspada investasi, kemendag melalui Bappebti, dan Polri Bareskrim telah melakukan tindakan hukum untuk perusahaan investasi bodong berkedok trading ini untuk diringkusnya.